Kamis, 16 Mei 2019

Kemana Mahasiswa Sekarang ? Apatis, Hedonis dan Pragmatis?


Kemana Mahasiswa Sekarang ? Apatis, Hedonis dan Pragmatis?

Oleh : Herman Rahma Wanto
3301413085

Pendahuluan
            Kaum minoritas yang beruntung dapat meikmati pendidikan tinggi. Segelintir pemuda yang mempunyai semangat juang tinggi. Kelompok intelektual yang selalu melahirkan gagasan-gagasan besar. Pemuda yang selalu dieluh-eluhkan akan membawa perubahan besar bagi negeri. Generasi penerus dan calon pemimpin dimasa yang akan datang. Dalam berbagai hal sering disebut agent of change, agent of social control, iron stuck, moral force serta berbagai istilah lainya. Mereka yang bercirikan idealis nan kritis yang selalu membela kepentingan rakyat.  Itulah ungkapan manis yang sering kita fikirkan dan kita dengar jika berbicara tentang mahasiswa.
Sejatinya mahasiswa merupakan sebuah kekuatan besar yang telah mencatatkan namanya pada panggung sejarah di negeri ini. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Mahasiswa adalah sosok yang tidak hanya mewakili sisi kepemudaan –yang mencakup keberanian, ketangkasan dan semangat juang–, tapi juga intelektualitas. Mahasiswa dengan intelektualitasnya tentu memiliki potensi dan kapabilitas sebagai pengemban perubahan, sebagaimana kejayaan Indonesia yang tidak hanya tertoreh oleh merahnya darah para pejuang kemerdekaan, tapi juga hitamnya pena para intelektual. Dari masa ke masa, pemuda memang berperan sebagai turbin penggerak persada Indonesia dan selalu menjadi garda depan dalam setiap perubahan. Mereka adalah infanteri rakyat yang berbelati keberanian, bertameng ketangguhan, bersenapan kesolidan dengan peluru kebenaran. Dahulu, dengan semangat juang merekah, barisan pemuda mampu mengembalikan kesucian tanah air dari noktah penjajahan fisik para kolonialis. (rumah cerdas, 2012)
            Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Banyak pergerakan yang dibangun oleh mahasiswa telah melahirkan perubahan di negara ini atau setidaknya apa yang mereka perjuangkan telah melahirkan cetakan sejarah bagi bangsa. Pergerakan mahasiswa yang dibangun di negeri ini dulu telah membuat bangsa ini kaya akan sejarah. Baik pada masa kebangkitan nasional (1908), masa inisiasi persatuan (1928), masa perjuangan kemerdekaan (1945), masa pergolakan kemerdekaan (1966), dan terakhir masa perjuangan reformasi (1998). (Edwin,2012)
Selain pada masa itu, pergerakan mahasiswa telah melahirkan peristiwa sejarah yang sangat dikenang. Di antaranya ada peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974) dan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) pada tahun 1978 di ITB sebagai tindakan represif penguasa saat itu terhadap diterbitkannya ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa Indonesia’ yang terkenal dengan nama “Gerakan Anti kebodohan”. Dari semua akumulasi perjuangan generasi muda intelekual Indonesia telah banyak agenda yang telah dihasilkan dimulai dari masa kebangkitan nasional yang berhasil menyadarkan rakyat bahwa Indonesia harus bangkit dan melawan terhadap segala bentuk kolonialisasi yang ada. Hasil dari masa ini adalah berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi formal pertama yang didirikan oleh kaum muda pribumi yang intelek. Pada masa inisiasi persatuan (1928) telah melahirkan sumpah pemuda yang intinya menginginkan adanya komponen-komponen yang dapat membentuk sebuah bangsa terwujud. Tahun 1945 mahasiswa selain bertugas untuk menuntut ilmu, mereka juga disadarkan untuk peduli dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa. Banyak mahasiswa yang terlibat pada masa ini, dan hasil yang diperoleh adalah sangat fenomenal (dan mahasiswa saat itu mengambil peran yang cukup besar juga), yaitu kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1966 lahirlah Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) di mana di sana mahasiswalah yang menjadi pelopor. Puncaknya dan peristiwa yang paling fenomenal adalah pada tahun 1998. Generasi inilah yang berani menggulirkan semangat reformasi. Pada masa ini marak terjadi aksi-aksi penumbangan rezim orde baru. Mahasiswa menjadi penyeimbang pemerintah yang represif, diktator dan bertindak semena-mena. Ada kebanggan tersendiri, bukan soal menurunkan diktator Soeharto; tetapi bagaimana perjungan akan keadilan dan kesejahteraan itu bisa mahasiswa sumbangkan kepada negara tercinta ini. (noviato,2012)
            Secara tegas sejarah mencatat begitu besar pengaruh pemikiran dan gagasan para mahasiswa kala itu. Bagaimana mereka berfikir kritis, idealis independen dan yang terpenting adalah mewujudkan semua itu dalam sebuah gerakan. Mahasiswa kala itu tau betul akan tanggung jawab mereka kepada negara. Negara membutuhkan sumbangan dan uluran tangan mereka untuk bangkit. Mereka pun menjawab apa yang bisa diberikan untuk negeri terinta ini, seperti kata John F. Kenedy “Don’t ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country” itu yang mereka perbuat kala itu. Aksi turun ke jalan menentang ketidak adilan meski mereka sadar, aksi mereka tidak akan berdampak langsung dan signifikan pada polemik bangsa ini, karena mahasiswa hanyalah puingan kecil bagian dari berbagai entitas pembangun bangsa. Sementara masih banyak organ-organ yang harus mereka bangkitkan, sedangkan tangan mereka juga tidak cukup panjang untuk menjamah hati para elit negeri. Maka mereka mengambil posisi sebagai penggerak dan stimulus. Berpanas-panas ria, berbusana dalam basahan hujan, berteriak dendangkan mimpi-mimpi hingga habiskan keringat dari tubuh, hanya untuk mendesak anasir-anasir elit yang bersangkutan serta menggugah para pengguna jalan dan rakyat yang menjadi saksi yang melihat perjuangan mereka melalui berbagai media. Mereka berdiri tegar dalam sebuah pengharapan agar akumulasi dari desakan-desakan itu bisa membersihkan kotoran-kotoran di telinga para aristokrat dan membangunkan para jelata yang lama tertidur pulas. Semua itu karena secercah harapan mereka yang tak pernah surut sebagaimana panji-panji mereka yang tak luntur diguyur hujan dan warna merah pada sangsaka yang mereka kibarkan tidak pudar didera terik mentari. (kholiq, 2009)
              Pasca reformasi 1998 arah pergerakan mahasiswa mulai memudar. Singa yang dulunya bertaring tajam menentang tirani sekarang aumanya tak terdengar. Idealisme yang diagung-agungkan sejak masa lampau akhirnya dengan sendirinya tergerus oleh zaman. Mahasiswa sekarang ini terpecah dalam kelompok-kelompok dan golongan. Semakin parah dengan sikap apatisme hedonisme dan pragmatisme yang mengerogoti jati diri mahasiswa saat ini. Sungguh ironis seperti tak ada regenerasi dari angkatan fenomenal 98 yang menurunkan kerajaan Soeharto yang bertahta 32 tahun. Memang tidak semua mahasiswa seperti itu namun dapat kita lihat seberapa dari mereka yang masih aktif dan peduli pada lingkungn sekitar dan bangsanya, tentunya dapa dihitung.
            Sejatinya pasca reformasi semua terbuka secara luas, tak ada yang membatasi mahasiswa dalam berkarya dan mencari ilmu. Mahasiswa juga bebas menyarakan pendapatnya sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial. Mahasiswa bebas berkumpul dan juga beorganisasi. Namun mengapa tak ada aksi nyata dari mahasiswa ? tri dharma perguruan tinggi yang menjadi landasan seakan hanya slogan. Kata mahasiswa bukan lagi sebuah kata yang heroik layaknya dulu. Masyarakat pun tak simpatik layaknya dulu. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa Indonesia ?



Mahasiswa Masa Kini
            Arus perkembangan zaman dan globalisasi ternyata tak mampu dibendung oleh sebagian mahasiswa. Zaman dan globalisasi telah menggerus semangat perjuangan dan idealisme yang selama ini di sematkan kepada para mahasiswa. Rakyat sekarang tak begitu simpatik dengan mahasiswa padahal jika kita mengenang dulu bagaimana mahasiswa bersama rakyat merebut demokrasi dan menurunkan orde baru. Tri dharma perduruan tinggi yang ke tiga yaitu pengabdian kepada masyarakat tak begitu tersentuh. Mahasiswa cenderung apatis dan mementingkan diri sendiri serta berhura hura menikmati masa mudanya. Tak jarang bergerak hanya bila ada untungnya. Kondisi seperti ini sungguh sangat memprihatinkan dimana mahasiswa yang seharunya menjadi pilar penting dalam mengisi kemerdekaan dan menyongsong ke depan justru bersikap apatis, hedonis dan pragmatis. Idealisme yang diusung dimasa lampau hanya menjadi mitos dan dongen bagi mahasiswa baru.
Mahasiswa Apatis
Apatis artinya tidak peduli atau masa bodoh. Mahasiswa yang apatis berarti mahasiswa yang tidak peduli atau tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar, terhadap kondisi bangsannya dan bersikap masa bodoh serta tidak peduli. Sikap seperti inikah yang dimliki mahasiswa ?. Mahasiswa apabila didefinisikan sebagai kaum intelektual muda tentunya saat ini akan banyak pertanyaan yang mempertanyakanya. Kenapa? sebab lebel sebagai intelektual muda seakan tidak terlihat dalam diri para mahasiswa saat ini, khususnya dalam hal-hal aspek kemasyarakatan seperti sosial, politik, agama dan budaya. Dimana mahasiswa yang sering diidentikkan dengan sebutan agent of change dan iron stock atau yang lainnya yang selalu ada digarda terdepan dengan gerakan-gerakan massif dan progressifnya ternyata bersikap apatis (tidak mau tahu).
Sikap apatis mahasiswa dalam melihat kondisi sekitarnya secara fakta dan realita yang menyangkut masa depan bangsa dan negeri ini serta keberadaan orang banyakpun sudah merajalela tertanam dalam diri mahasiswa hari ini. Sungguh tragis, kepekaan dan sikap kritis yang seharusnya menjadi life style, mind style dan paradigma idealis para mahasiswa dalam berfikir kini malah justru dilupakan bahkan ditinggalkan. Jiwa reformis dan revolusioner seakan menghilang dalam sanubari hati nurani mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang akan menjadi iron stock (cadangan dimasa depan) baik berupa ide dan konsep pemikirannya, kontribusi dan kerja-kerja nyatanya.

Mahasiswa Hedonis
            Adapun perilaku hedonis dengan budaya konsumerisme yang sering dilakukan para mahasiswa dengan mengatasnamakan modernitas dan life style seakan-akan menyempurnakan sikap dan kondisi mahasiswa hari ini yaitu apatis dan hedonis sehingga menghasilkan sifat-sifat personal yang kerdil yaitu individualistik apatis-hedonis life style. Mementingkan diri sendiri tidak peduli dengan keadaan yang ada, kondisi sekitar juga orang lain, miskin ide, mudah frustasi, bertingkah laku bodoh dan semaunya. Itulah sifat dan sikap yang terlihat dalam diri mahasiswa hari ini.
Mahasiswa Pragmatis
            Sosok pragmatis cenderung mengutamakan segi praktis dan instan. Baik buruknya sesuatu ditentukan dengan kebermanfaatannya, baik bila menghasilkan keuntungan yang besar dan buruk bila merugikan. Seorang pragmatis cenderung bersifat "profit hunter" dan mengabaikan proses untuk mendapatkan profit tersebut. Bahkan dalam prosesnya terkadang menabrak norma-norma yang telah ada. Mahasiswa sekarang ini cenderung melakukan hal itu mulai dari dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Dimana tak jarang mahasiswa yang katanya aktivis pun dalam kegiatanya diboncengi oleh kepentingan-kepentingan politik praktis maupun kepada kepentingan borjuis tertentu demi keuntungan pragmatis yang hal ini tentunya memandulkan independensi mahasiswa.
Reorientasi Pola Pikir Mahasiswa Masa Kini
            Sejatinya kita perlu reorientasi arah gerak dan perjuangan mahasiswa. Dengan sejenak mengabaikan sejarah, kita berlu turun ke titik nadi untuk berkontemplasi dengan waktu dan diri kita mengkritisi sendiri jalan panjang perjuangan yang telah mahasiswa rintis di negeri ini. Penting bagi kita memahami, saatnya kita bangkit dan bersatu. Dengan berbagai macam identitas kita yang perlu kita tampilkan cuma satu: MAHASISWA INDONESIA. Yang bersatu, teguh dan berintelektual. Hilangkan perbedaan kalau persamaan adalah kekuatan kita. Hilangkan persamaan kalau kita bisa menerima perbedaan sebagai jalan keluar terbaik untuk bersatu. Keduanya merupakan pilihan jitu bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan bagi masyarakat agar tidak perlu jauh-jauh dari kata ’sejahtera’ (rumahcerdas, 2014).
Poros cakrawala bangsa bernama mahasiswa itu kini kian rapuh. Namun sungguh tidak layak menggunakan logika generalisasi dalam memandang mereka. Masih ada segelintir mahasiswa yang masih teguh dalam mencengkeram idealismenya. Mereka sadar bahwa integritas adalah hampa tanpa integrasi, sehingga berusaha untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan di segala aspek lini kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara secara seimbang dan terpadu. Mereka sadar akan eksistensi dirinya bukan untuk mendapat kedudukan, materi, popularitas dan egomania atas kesuksesan pribadi, sehingga berusaha mencapai segala cita-cita pribadinya namun tetap kontributif bagi kebangkitan negerinya. Mereka giat mengikuti pembelajaran akademis, namun juga getol mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi; menghidupkan organisasi kemahasiswaan dengan kegiatan-kegiatan didaktis-progresif, sehingga organisasi mereka bukan sekedar sebagai event organizer; sadar bahwa lingkungan mereka bukan hanya dunia kampus, namun bumi Indonesia, sehingga peduli dengan wacana nasional yang berhubungan dengan kerakyatan namun tetap independen; tahu persis kapan harus mengkaji wacana, kapan harus melakukan branstorming dan kapan harus turun ke jalan; tidak terkekang oleh arus deras yang cenderung dimanipulasi oleh anasir kepentingan pragmatis dan dipenuhi kendali konspirasi, namun justru menentukan arah arus dan merekayasanya demi perubahan ke arah kebaikan. Sayangnya, mahasiswa model ini sudah sangat langka di hamparan Indonesia (rumahcerdas, 2014).
            Untuk itu sangatlah penting dan diperlukanya reorientasi pemikiran mahasiswa. Memang seperti terlambat tapi apa salahnya kita lakukan dari pada tidak melakukan apa apa. Kita yang masih mengaku sebagai mahasiswa idealis nan kritis serta peduli terhadap bangsa dan negara hendaklah menurunkan apa yang kita yakini kepada junior kita. Dengan harapan merekalah yang akan mewarisi semangat mahasiswa sebagai regenerasi angkatan 98 yang sangat heroik.
            Untuk itu penting adanya peranan dan fungsi dari Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) yang merupakan jembatan dan gerbang untuk mengenal dunia kampus. OSMB bukanlah sebuah kegiatan perploncoan, melainkan sebuah kegiatan pengenalan kepada mahasiswa baru tentang bagaimana kehidupan kampus dan memperkenalkan dan menanamkan nilai bagaimana fungsi mahasiswa terhadap negara, bangsa dan masyarakat.
            Tentunya orientasi pemikiran dan pergerakan mahasiswa sekarang berbeda dengan dulu. Mahasiswa tak perlu lagi berjuang melawan penjajah atau menurunkan rezim tertentu, tetapi mahasiswa saat ini menjadi elemen penting dalam pembagunan bangsa. Sebagai sosial kontrol kepada pemerintah yang berkuasa serta sebagai agen perubahan yang memiliki inofasi serta gagasan besar dalam membangun bangsa dan negara. Tidak lupa fungsinya sebagai pengawal masyarakat yang merupakan tri dharma perguruan tinggi yang ke3 pengabdian kepada masyarakat. Kelak ilmu yang didapat sewaktu perkuliahan dapat berguna bagi masyarakat.
            Oleh karenanya paling tidak dalam Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) menakup beberapa aspek penanaman nilai kepada mahasiswa baru diantaranya :
1.     Kepemimpinan
Dimana penting dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri seseorang dalam hal ini mahasiswa yang kelak diproyeksikan akan menjadi pemimpin dimasa yang akan datang.
2.     Idealisme
Sangat penting bagaimana mahasiswa harus memiliki idealitas yang tangguh dan tidak mudah terpengaruh terhadap berbagai hal negatif. Dimana mahasiswa harus membela apa yang dianggapnya merupakan sebuah kebenaran dan menentang apa yang dianggapnya sebuah ketidakadilan.
3.     Kritis
Mahasiswa selalu dituntut untuk menjadi pribadi yang kritis dalam menyikapi berbagai hal termasuk berbagai isu yang ada didalalam masyarakat. Kritis dalam mencari sebuah kebenaran dan kritis dalam menyikapi ketidakadilan.
4.     Kepekaan Sosial
Mahasiswa dituntut memiliki kepekaan sosial dimana mahasiswa mengemban amanah dari rakyat sebagai kaum intelektual yang diharapkan akan membawa perubahan besar terhadap bangsa dan negara dengan harapan akan menjadiakan negara ini makmur dan sejahtera. Mahasiswa memiliki kodrat hubungan yang erat dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat berpihak kepada rakyat dan membela kepentingan rakyat sebagai mana tri dharma perguruan tinggi yang ke tiga pengabdian kepada masyarakat.
Setidaknya itulah yang harus ditanamkan kepada mahasiswa agar perannya sebagai agent of change, agent of social control, iron stuck serta berbagai peranan lain tetap ada dalam diri mahasiswa sekarang. Harapanya semangat heroik mahasiswa terdahulu dapat terus mengalir dalam regenerasi mahasiwa dari masa ke masa sehingga mahasiswa akan terus menjadi simbol perubahan yang lebih baik. Kedepan dapat kita lihat sejarah akan teretak kembali oleh para mahasiswa dalam konteks yang berbeda bukan lagi dalam menurunkan rezim tetapi dalam sebuah prestasi untuk membangun negerisesuai dengan potensi dan kemampuan masing-masing.

Daftar Pustaka
Edwin. 2013. Gesernya Idalisme Dikalangan Mahasiswa (artikel). Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat diakses di : http://edwin-lebe.blogspot.com/2013/02/gesernya-idealisme-di-kalangan-mahasiswa.html
Novianto.Arif. 2012. Kearah Mana Gerakan Mahasiswa Sekarang ?. Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat diakses di : http://indoprogress.com/2015/03/kemana-arah-gerakan-mahasiswa-sekarang-dari-refleksi-menuju-aksi/
Rumaherdas.2012. Pergerakan Mahasiswa Sebuah Catatan Kritis. Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat diakses di: http://rumahcerdas.blog.com/mahasiswa-indonesia-kemarin-hari-ini-dan-akan-datang/pergerakan-mahasiswa-sebuah-catatan-kritis/
Khaliq.Sahiq. 2009. Mahasiswa: Antara Hipokrisi, Apatisme & Transformasi. Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat diakses di : djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/78/Mahasiswa:-Antara-Hipokrisi,-Apatisme-&-Transformasi/

Motivasi untuk Mahasiswa

Motivasi untuk mahasiswa dalam merefleksikan 21 tahun reformasi bagaimana kondisi Indonesia saat ini ?
Apkah negara ini sudah menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, atau justru dengan adanya reformasi maka membuat negara ini bergerak melamban. Ya mau tidak mau kita harus tetap menjalankan pemerintahan, maka tugas kita sebagai mahasiswa selain mempersiapkan diri menjadi pemimpin masa depan juga harus terus konsisten membantu pemerintah dalam mengawal jalannya roda pemerintahan.
Video diatas menampilkan sedikit motivasi dari aktivis mahasiswa pada masanya..

Gerakan Mahasiswa: Berangkat dari Mana dan Menuju ke Mana ?

 


PENDAHULUAN
AWALdan pertengahan kepengurusan organisasi mahasiswa saat ini, merupakan waktuyang tepat untuk mewacanakan kembali arah gerakan mahasiswa. Hal ini yang kadangterlewatkan di antara sebagian aktivis kampus. Padahal sebenarnya, ini selalumenjadi hal yang menarik dan krusial, khususnya sebagai jawaban dari pertanyaanmau dibawa kemanakah arah gerakan mahasiswa saat ini. Artikel ini memilikitujuan untuk melihat kembali perjalanan gerakan mahasiswa dan sebagai tawarandiagnosis bagi gerakan ke depannya. Usaha ini dirasa sangat penting saatmelihat gerakan mahasiswa saat ini semakin kehilangan arah dan basis massanya.
Gerakanmahasiswa tidak semata sebagai kumpulan mitos dan slogan yang selaludidengung-dengungkan para aktivis. Akumulasi mitos ini justru melenakan danmeninabobokan mahasiswa dalam zona nyamannya. Gerakan mahasiswa menuntut adanyaposisi yang jelas dan tegas, misalnya, dimana mahasiswa seharusnya berada ditengah masyarakat. Menjawab soal tersebut, sebuah analisa tentang posisimahasiswa secara teoritis sangat dibutuhkan. Pun juga sebagai prakteknya dalam “mengabdikan”dirinya pada masyarakat. Dalam artian sederhana, aktivisme gerakan mahasiswa saatini membutuhkan topangan teori yang kuat sebagai landasan geraknya. Bukan untukmenjadikan mahasiswa berteori secara saklek dan kaku, tetapi sebagailandasan gerak yang jelas bagi langkah ke depan. Pentingnya teori dalam gerakanini pernah dinyatakan Lenin, “Tanpa teori yang revolusioner tak akan adagerakan revolusioner.’

BELAJAR DARI SEJARAH
Gerakanmahasiswa dalam prakteknya bukanlah hal yang ahistoris. Gerakan initelah melewati spektrum waktu yang lama dan cakupan geografis yang luas.Artinya, gerakan mahasiswa bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinyadengan locus spesifik Indonesia. Justru, gerakan mahasiswa Indonesiamerupakan bagian dari kesejarahan gerakan mahasiswa secara luas di dunia.
Dalamsejarah, secara umum gerakan mahasiswa Indonesia melegenda dalam masa-masatertentu. Secara awam pun, mahasiswa dapat menyebutkan dengan hapal momentumitu. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1966, 1974, 1978, dan 1998 (atau 2010untuk masa kampus kita), diakui sebagai tonggak sejarah gerakan mahasiswa diIndonesia. Namun, sebenarnya, yang perlu dilakukan mahasiswa Indonesia saat inibukanlah mengagung-agungkan gerakan mahasiswa pada masa itu denganmenyebut-nyebutnya secara heroik. Mengapa demikian, karena perilaku itujustru menjatuhkan gerakan mahasiswa pada romantisme masa lalu dan terjebakdalam mitos-mitos konyol yang banyak menyebutkan bahwa mahasiswa sebagaisatu-satunya motor gerakan perubahan sosial. Bukan bermaksud meremehkan peranmahasiswa pada masa itu, tetapi pengagungan membabi-buta akan gerakan mahasiswaketika itu, dalam pengalamannya, justru hanya akan berakhir pada rasa banggasaja dan semakin mengokohkan mitos-mitos yang ada, dan yang paling menusukadalah tak mengubah keadaan sedikit pun.
Halyang perlu dilakukan mahasiswa sekarang adalah pendobrakan atas “mitos-mitos”di atas dan memperbaikinya. Belajar dari sejarah merupakan upaya merekonstruksikembali apa yang terjadi di masa lalu untuk menjadi pembelajaran dalampembacaan atas realitas sekarang. Secara real memang kondisi sosialnyajelas berbeda, tetapi pola-pola pembacaan atas kondisi yang terjadi patut untukdilihat. Berangkat dari tesis bahwa gerakan mahasiswa bersifat historis, makabelajar dari masa lalu adalah upaya mempelajari pola-pola gerakan tersebutsecara kritis. Hal ini perlu dilakukan agar wawasan tentang gerakan mahasiswatidak sempit. Oleh karena itu, kita perlu belajar dari fakta sejarah yang telahterukir di lintasan dunia dalam hal gerakan mahasiswa sebagai bahan analisa.
MahasiswaAmerika Latin adalah pemberi contoh yang baik bagaimana mahasiswa berperandalam kehidupan bernegara. Aksi-aksi mereka diawali dari adanya ManifestoCordoba di Argentina pada tahun 1918. Manifesto Cordoba menjadi deklarasi hakmahasiswa yang pertama di dunia, dan sejak itu mahasiswa di sana memainkanperan yang konstan dan militan dalam kehidupan politik. Manifesto Cordobaadalah deklarasi mahasiswa yang menuntut adanya otonomi akademik universitasdan keterlibatan mahasiswa dalam mengelola administrasi universitas (cogobierno).Hal ini berangkat dari adanya administrasi lama yang tidak pernah memberikanruang untuk pembaharuan kurikulum dan adanya ajaran yang membuat setiap orangketakutan bila melakukan perubahan. Hal yang dinyatakan dalam manifestotersebut salah satunya, “Kami ingin menghapus dari organisasi universitaskonsep tentang otoritas yang kuno dan barbar, yang menjadikan universitasbenteng pertahanan tirani yang absurd.”
Programreformasi total yang diinginkan mahasiswa berusaha mendobrak pandangankonservatif akan universitas, dengan memberikan independensi penuh padauniversitas dari kooptasi kepentingan politik pemerintah, juga memberikankesempatan mahasiswa untuk berbagi kekuasaan dalam kampus. Hal ini merupakanrefleksi atas kondisi sosial politis di Amerika Latin yang dikuasaipemerintahan otoriter, yang jangkauan kekuasaannys juga masuk ke dalam ranahakademik universitas. Kondisi yang demikian kemudian menyebabkan gerakanmahasiswa secara bertahap memperluas tuntutannya pada hal yang lebih bersifatpolitis, yaitu perlawanan pada rezim yang otoriter. Hal ini karena adanyakesadaran bahwa kebijakan universitas tersebut hanya sebatas symptom, perlupenghajaran pada akar penyakitnya. Perlawanan atas rezim tersebut dilakukandengan membentuk berbagai aliansi dan front bersama buruh dan petani sehinggadalam kenyataannya mahasiswa tidak bergerak sendiri. Dalam jangka waktu 20tahun, perlawanan mahasiswa dari Argentina ini menyebar ke seluruh AmerikaLatin. Di Peru tahun 1919, Chili 1920, Kolumbia 1924, Paraguay 1927, Brazil danBolivia 1928, Meksiko 1929, Kosta Rika 1930, dan Kuba pada tahun 1933 dan 1952.Setiap negara memiliki karakternya masing-masing, sehingga tingkat keberhasilandan durasi pencapaiannya pun berbeda-beda. Ada yang menang dengan menggulingkanrezim otoriter, ada juga yang hanya setengah-setengah dengan mendapatkanotonomi sementara. Namun setidaknya, mahasiswa Amerika Latin mengajarkan kepadakita jika tuntutan akademis dan aktivitas politik merupakan dua hal yang salingmelengkapi, bukan saling bertentangan.
DiItalia perlawanan mahasiswa berawal dari Turin. Mahasiswa berhasil mengontrolaktivitas fisik dan intelektual kampus mereka melalui kegiatan-kegiatannyasendiri. Selama sebulan kampus berhasil di duduki (27 November 1967-27 Desember1967), sebelum aparat menyerbu kampus tersebut.  Sejak itu perlawananmeluas ke beberapa kota sepanjang jazirah Italia. Alasan utama mahasiswamelakukan perlawanan adalah karena kondisi akademis yang otoriter. Tradisipedagogi dan kurikulum menjadikan profesor-profesor di sana dapat mengajardengan seenaknya sendiri, misalnya, para professor di sana memberi kuliahdengan diktat yang ditulisnya sendiri dan ujian hanya diambil dari diktattersebut. Tak ada ruang diskusi yang bebas dan kesempatan belajar dari sumberlainnya. Selain itu, kurikulum yang disusun sangatlah kuno, seperti silabuskuliah ilmu politik yang hanya sampai pada pemikiran JJ. Rousseau. Keterbatasandan kekakuan akademis ini membuat mahasiswa “terkurung” dalam kegiatanakademisnya sendiri. Oleh karena itu, agenda utama perlawanan mereka adalahkritikan atas kondisi akademis tersebut. Untuk mencapai itu, gerakan mahasiswaberusaha memperluas jangkauannya dengan keluar dari Turin, tentu denganmengubah tuntutan secara praktis menjadi ‘Lawan Otoriterianisme.’ Tujuannyajelas agar diikuti seluruh mahasiswa di Italia. Efeknya dalam dua bulan(Januari-Februari 1968), gerakan mahasiswa ini meluas hingga seluruh kota di Italia. Tidak hanya terdiri dari elemen mahasiswa saja, tetapi jugapelajar dan para buruh FIAT. Hal ini kemudian menyita perhatian publik danmembuat pemerintah tak tinggal diam. Represivitas terjadi dalam menghentikanperlawanan ini, sehingga setidaknya 2000 mahasiswa ditangkap dengan berbagaituduhan. Kenyataan gerakan di Italia ini kemudian berhasil mengubah strukturakademis dan memaksa para professor melihat kembali kurikulum di dalam kampus.Juga mengubah kebijakan pendidikan nasional ke arah yang lebih egaliter danterbuka.
Gerakanmahasiswa di Spanyol dilatar belakangi dua hal, yaitu krisis dan perlawananterbuka kepada rezim Franco dan kondisi internal Universitas. Secara umum,mahasiswa merupakan entitas yang kecil di Spanyol pada tahun 1965. Kondisi inidisebabkan oleh mahalnya biaya kampus dan sedikitnya subsidi dari pemerintah,sehingga mahasiswa dari kalangan buruh dan petani sangatlah kecil padahalmayoritas masyarakat berasal dari dua kelas tersebut. Hal ini kemudiandiperparah dengan sulitnya mencari pekerjaan bagi para sarjana setelah lulusdari kampus.
Selainkondisi di atas, kooptasi rezim Franco dalam kampus sangatlah besar, termasukdalam serikat mahasiswa. Hanya satu serikat mahasiswa yang diakui di Spanyol,yaitu Sindicato Espanol Universitario (SEU). Pimpinan serikat ini dipilih olehpemerintah, meski akhirnya diberikan keleluasaan pada mahasiswa untuk memilihsendiri. Namun, mahasiswa tidaklah puas dengan hal tersebut dan kemudian merekamembuat serikat baru yang dinamakan Federacion Universataria Democratica deEspana (FUDE) dan ADEC. Keduanya kemudian melebur menjadi ConfederacionDemocratica de Espana (CUDE). Setelah terbentuknya serikat baru ini, mahasiswamulai berani mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk dalam halserikat mahasiswa di kampus. Kritik mereka pada sistem Universitas kemudianmerembet pada isu politik nasional. Reli-reli protes selalu dihadapkan padabentrokan dengan aparat kepolisian. Guna menghadapi itu, mahasiswa kemudianmembuka jaringan dengan buruh karena memiliki kesamaan isu, yaitu kebebasanberserikat. Rezim Franco yang fasis dan totaliter dijadikan musuh bersamakarena memang dianggap sebagai akar masalah. Aliansi ini disahkan dengan mogokbersama pada tanggal 1-3 Mei 1968. Hal ini kemudian berakibat pada bentrokandan penagkapan besar-besaran pada aktivis mahasiswa dan buruh. Namun perjuanganbersama antara mahasiswa dan buruh terus berjalan hingga rezim Franco runtuh.
Gerakanmahasiswa juga terjadi di Perancis, yang paling terkenal pada tahun 1968.Banyak versi yang menceritakan hal ini, namun bila mengikuti alur cerita dariErnest Mandell, faktor utama dari protes mahasiswa di Perancis adalah adanyaalienasi dalam kehidupan mahasiswa yang disebabkan oleh kampus. Mahasiswadihadapkan pada sistem, struktur, dan kurikulum yang membuat mahasiswa semakinterk-eksklusi dari kehidupannya sendiri. Kampus membuat sistem ‘proletariatbaru’ sehingga mereka tak diperkenankan dalam menentukan kehidupannya di kampusdan berpartisipasi dalam menentukan kurikulum. Semua sistem, struktur, dankurikulum ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan industri. Mahasiswa tidakbelajar sesuai dengan minat dan bakatnya, tetapi diatur secara sistemik dalamkerangka besar untuk memenuhi kebutuhan industri. Hal ini kemudian menjadikanmahasiswa mulai protes terhadap kampusnya terkait permasalahan kampus. Setelahbeberapa waktu, akhirnya mereka menyadari jika akar permasalahan bukanlah dikampus, tetapi sistem yang mengatur masyarakat secara luas, kampus dianggaphanya salah satu bagian dari masyarakat. Pola perlawanan pun bergeser.Mahasiswa kemudian berafiliasi dengan buruh dan elemen masyarakat lain untukmenentang sistem yang menyebabkan ‘alienasi’ tersebut, yaitu kapitalisme.Perlawanan meluas  tak hanya di kampus saja, tetapi hampir di seluruhwilayah Perancis. Pertarungan ini naik-turun selama periode 1968 danmempengaruhi kenyataan politik di Perancis masa itu.

BERANGKAT DARI REALISME, MENUJUEMANSIPATORIS
Bilakita perhatikan bersama terdapat beberapa pembelajaran dari gerakan mahasiswadi atas. Pembelajaran ini berkaitan dengan pembacaan realitas atas kondisi.Dari beberapa kasus, setiap gerakan mahasiswa umumnya berangkat daripermasalahan yang ada di sekitar mereka, hal itu kemudian diabstraksikan kearah yang lebih mendasar untuk mencari akar masalahnya. Dengan kata lain,gerakan mahasiswa selalu bermula dari realitas di sekitarnya, dari sesuatu yangreal, dan kemudian diproblematisasi. Bila mengikuti logika ini, makagerakan mahasiswa di atas melihat permasalahan dengan kacamata realisme kritis.
Berangkatdari realisme merupakan kunci dalam melihat permasalahan. Lantas kemudiantimbul pertanyaan, hal seperti apa yang disebut sebagai realitas? Atau apakahyang disebut dengan realisme? Sebelum itu, mari kita bedah apa yang disebutdengan realisme. Realisme adalah sebuah pemahaman yang melihat  kenyataansebagai hal yang terpisah dari diri pengamat. Dalam hal ini, kenyataan menjadisesuatu yang ada secara in heren di luar diri pelaku, walau pelaku ituada atau tidak. Hal ini berbanding terbalik dengan idealisme yang melihatkenyataan sebagai sesuatu yang ada karena idea di kepala mengatakan haltersebut ada. Artinya, kenyataan ditetukan oleh pikiran atau anggapanseseorang. Dari perspektif realis, gerakan mahasiswa memandang jikapermasalahan sosial sebagai sesuatu yang ada secara real di luar dirimereka. Ada atau tidak adanya gerakan mahasiswa, realitas permasalahan itu adadi masyarakat. Melihat hal tersebut, gerakan mahasiswa kemudian muncul sebagairespon terhadap hal tersebut. Namun, perlu diingat bahwa kemunculan gerakanmahasiswa tidak selalu disyaratkan secara deterministik oleh permasalahansecara real itu.
Realismekritis sendiri memiliki tiga tingkatan aspek ontologis, yaitu (a) realitasempirik (realitas yang dapat dijumpai dengan panca indera), (b) realitas aktual(realitas yang dijumpai dalam ruang dan waktu), dan (c) realitas ‘real’(realitas yang bersifat transfaktual dan lebih bertahan daripada persepsi kitakarena ia berisi struktur yang memiiliki kapasitas kuasa dan menjadi dasarterdalam dari peristiwa-peristiwa yang diobservasi muncul). Hubungan dariketiga realitas tersebut terjadi secara sebab-akibat. Artinya realitas (a)disebabkan oleh realitas (b) dan disebabkan oleh realitas (c). Sehingga, realitas(a) merupakan manifestasi secara  empirik dari realitas (c). Oleh karenaitu, realisme kritis selalu mensyaratkan untuk mendapatkan realitas  yang‘real’ atau sejati dalam fenomena sosial, maka dibutuhkan sebuah cara untukmelampaui realitas empirik dan realitas aktual tadi dan berusaha tak terjebakdalam keduanya. Hal ini seperti apa yang dipaparkan Roy Bhaskar, bahwa pertama,dunia ada secara independen dari anggapan-anggapan kita terhadapnya sekaligusterdiferensiasi dan terstratifikasi; kedua, fenomena sosial muncul daridalam relasi struktur menjadi aktual kemudian tampil secara empiric; ketiga,sehingga untuk mempelajari fenomena sosial, seseorang harus memulai dari bidangempirik, tetapi tidak boleh berhenti di situ saja melainkan harus terus bergerakke bidang aktual hingga mendapatkan pemahaman di tingkat relasi-relasi terdalamdari struktur, yaitu kuasa.
Melihatpengalaman dari gerakan mahasiswa di atas, gerakan mahasiswa dapat dikatakanberangkat dari realitas empirik karena permasalahan yang di hadapi dapatditangkap oleh pancaindera dan langsung berkaitan dengan kehidupan mereka. DiAmerika Latin hal itu dimulai dari permasalahan otonomi akademik, di Italiadari otoritarianisme akademik, di Spanyol karena kekangan berorganisasi, dan diPerancis karena ‘proletarianisasi’ kampus. Semuanya berangkat dari permasalahanyang empirik di hadapan mereka. Namun, seperti paparan Bhaskar tadi, untukmendapatkan realitas yang ‘real,’ mereka tidak berhenti pada tataranpermasalahan empirik saja, tapi terus melaju untuk melewati permasalahan aktualdan menuju permasalahan terdalam yang berasal dari relasi struktur, yaitukuasa. Oleh karena itu, gerakan mahasiswa dari Amerika Latin, Italia, Spanyoldan Perancis kemudian menyadari jika permasalahan yang terjadi di duniaakademik mereka bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Terdapat realitas lainyang menjadi sumber permasalahan mereka, permasalahan inilah yang disebutsebagai realitas ‘real.’ Realitas ‘real’ berhubungan dengan relasi kuasa secarastruktural yang menjadi akar permasalahan itu. Itulah mengapa kemudian merekabergerak maju menuju sesuatu yang lebih besar untuk menyelesaikan permasalahanyang sejati atau ‘real’ tersebut. Di Amerika Latin gerakan mahasiswa kemudianmenuntut dijatuhkannya otoritarianisme pemerintah, di Italia menuntut sistemakademik dalam tingkat nasional, di Spanyol menyerang fasisme Franco, dan diPerancis kemudian menyerang sistem kapitalisme pendidikan. Hal itu dilakukansaat mereka menemukan realitas ‘real’ tersebut dalam konteks saat itu.
Pembelajaranyang didapatkan dari pembacaan realitas yang telah dilakukan oleh kawan-kawangerakan mahasiswa beberapa tahun lalu, dapat memberikan gambaran kepada gerakanmahasiswa sekarang untuk melihat permasalahan secara kritis. Berangkat darirealisme, dalam hal ini tentu dengan asumsi realisme kritis, adalah untukmendapatkan gambaran struktur permasalahan sosial dengan kacamata ontologismetersebut. Jargon bahwa mahasiswa berangkat dari realisme harus dijabarkandengan asumsi seperti di atas. Mahasiswa berangkat dari realitas atau fenomenasosial secara empirik kemudian menuju sesuatu sesuatu yang ‘real,’ yang menjadiakar permasalahan tersebut. Sekaligus tidak terjebak dalam realitas empirik danaktual saja. Pembacaan  realitas yang demikian, menurut saya, tak hanyauntuk permasalahan yang tunggal saja. Analisa terhadap perkembangan isu sosialkemasyarakatan yang berlangsung secara paralel perlu untuk dilakukan dengananalisa seperti di atas, sehingga gerakan mahasiswa tak hanya berkutat padasatu isu ke isu lainnya saja, yang itu sebenarnya hanya realitas empirik. Perlupenarikan secara ontologis untuk melihat realitas ‘real’ yang terjadi.Permasalahan ‘real’ ini yang menjadi basis permasalahan untuk dihajar.
Penjabaransatu bagian telah dilewati, yaitu berangkat dari mana gerakan mahasiswa. Makaselanjutanya yang perlu kita upas, menuju kemanakah gerakan mahasiswa ini?Setelah realitas ‘real’ didapatkan lantas untuk apa diselesaikan?
Dalampikiran saya, perjuangan gerakan mahasiswa menuju pada satu kata, yaituemansipatoris. Perjuangan ini secara singkat bertujuan untuk humanisasikehidupan manusia. Dalam pengertian humanisasi, pembebasan manusia daribelenggu yang diciptakan permasalahan secara ‘real’ tadi berusaha dilepaskan.Perjuangan emansipatoris berkaitan dengan sisi aksiologis dari ilmu pengetahuanyang menjadi domain mahasiswa selama ini. Dengan perjuangan emansipatoris, ilmupengetahuan tak hanya berkutat di dunia kampus dan bebas nilai dalam menilaipermasalahan. Ilmu pengetahuan yang emansipatoris mensyaratkan keberpihakan danberusaha menyelesaikan permasalahan yang ada. Begitu pula gerakan mahasiswasebagai bagian dari civitas akademika, maka keberpihakan dan terlibat dalampenyelesaian masalah sosial menjadi hal yang terhubung dengan perjuanganemansipatoris.
Dalamdiri emansipatoris ini, keberpihakan menjadi arahan untuk menciptakankesetaraan bagi subyek yang diperjuangkan. Selain itu, keberpihakan menjadijaminan jika perjuangan mahasiswa bukanlah hal yang bebas nilai dan nihil.Terdapat subyek yang menjadi dasar analisa bagaimana perjuangan diarahkan danukuran kemenangannya. Sedangkan, aspek keterlibatan dalam penyelesaian masalahmenjadi domain pembebasan bagi yang diperjuangkan oleh gerakan mahasiswa.Pembebasan ini merupakan langkah humanisasi dari belenggu permasalahan ‘real’di atas. Dalam perjuangan emanispatoris ini, gerakan mahasiswa dituntut untukterus kontinyu dalam denyut gerakan sosial masyarakat.
Haltersebut dapat kita lihat dari pembelajaran gerakan mahasiswa di atas,bagaimana perjuangan mereka diarahkan ke perjuangan emansipatoris. Gerakanmahasiswa setelah menemukan realitas ‘real’ nya, diarahkan untuk membebaskandiri dari belenggu itu, sekaligus menggabungkan diri dengan sektor lain dimasyarakat untuk menghapuskan belenggu yang dihasilkan oleh realitas ‘real’tadi. Penggabungan diri ini dilakukan karena pada umumnya permasalahan ‘real’merupakan akar permasalahan bagi banyak permasalahan empirik yang sifatnyamulti sektoral. Oleh karena itu, menurut saya, perjuangan emansipatoris takdapat dilakukan dengan sendirian oleh gerakan mahasiswa. Penggabungan diridengan gerakan lain di masyarakat perlu dilakukan dalam rangka pembebasanbelenggu dari permasalahan yang berakar pada relasi struktur tadi.

PENUTUP
Melaluitulisan ini, pembelajaran atas pembacaan realitas yang dilakukan gerakanmahasiswa di berbagai belahan dunia menjadi hal yang penting. Setidaknya,bagaimana gerakan ini berangkat dan menuju ke arah mana. Analisa atas haltersebut perlu mendapatkan porsi yang seimbang dalam dunia gerakan mahasiswasekarang agar tak  menjadi ‘kerbau liar’ dalam dunia gerakan masyarakat.
Dengananalisa di atas, dalam hemat saya, gerakan mahasiswa saat ini harus berangkatdari realisme dan menuju perjuangan emansipatoris. Dengan ini berarti menyadarijika permasalahan sosial telah ada di luar sana, maka hal yang perlu dilakukanberikutnya adalah analisa untuk menemukan relasi-relasi struktur yang menjadiakar permasalahan sekarang, untuk menuju suatu realitas yang ‘real.’ Hal iniyang dimaksudkan dengan term Berangkat dari Realisme. Selanjutnya, adalahpengarahan untuk menuju arena pembebasan yang dilakukan secara bersama-samadengan elemen masyarakat lain untuk menuju sebuah perjuangan yangemansipatoris. Perjuangan ini bertujuan untuk membebaskan masyarakat daribelenggu permasalahan yang diciptakan oleh permasalahan ‘real’ tadi. Haldemikian menjadi tujuan dari gerakan mahasiswa saat ini. Penjelasan tersebut,yang menurut saya, menjadi jawaban dari mana dan kemanakah arah gerakan mahasiswasaat ini (harus) bergerak.